Search This Blog

Tuesday, January 3, 2012

Iblis Pun Ngambek

SEORANG juru cerita, suatu hari mendadak ngambek. Ia tidak mau lagi bercerita tentang manusia. Karena manusia kini makin sensitif dan tidak tahan terhadap kritik. Di puncak kebingungannya, yang bisa ia lakukan hanyalah tidur dan tidur. Dalam tidur lelapnya itulah ia bermimpi didatangi Iblis. Bukan main takutnya sang Juru Cerita melihat sosok Iblis yang seram: berbadan tinggi besar, dengan mata besar dan dengan raut muka sangar. Ketakutan itu membuat ia gagal mengidentifikasi sosok yang ditemuinya itu.

"Kamu jangan takut. Jelek-jelek begini aku ini juga makhluk Tuhan. Manusia biasa menyebutku Iblis," ujar Iblis.

Sang Juru Cerita semakin ketakutan. Tetapi sang Iblis yang ternyata ramah ini mencegahnya untuk takut. Ia berjanji tidak akan mengganggu sang Juru Cerita. Ia justru minta tolong. Katanya, sang Iblis sudah lama memendam kejengkelan terhadap bangsa manusia. Hanya kepada sang Juru Cerita ia mau menceritakan beban perasaan yang selama ini menindihnya. Beginilah pengakuannya:

"Saya atas nama Iblis, dengan ini menyatakan: mengundurkan diri sebagai penghasut dan penggoda manusia untuk berbuat dosa. Keputusan ini saya ambil dengan sesadar-sadarnya, tanpa tekanan atau intimidasi, apalagi disuap oleh bangsa manusia.


"Perlu saya tegaskan bahwa Iblis tak mengenal suap atau korupsi. Jadi apabila ditemukan oknum Iblis mengkorupsi uang negara, maka sang oknum Iblis itu telah kangslupan manusia. Bahkan tak jarang perilaku manusia itu jauh lebih iblisistik daripada Iblis itu sendiri. Sebab, manusia itu makhluk kemungkinan, artinya bisa buruk-bisa sangat baik. Sedangkan Iblis dan malaikat itu makhluk kepastian. Iblis pasti buruk dan malaikat pasti baik. Jika manusia gagal mengelola hidupnya maka keberadaannya bisa lebih buruk dari Iblis. Sedangkan bagi manusia yang berhasil me-manage perilakunya, maka keberadaannya bisa lebih tinggi daripada malaikat.

"Hakikat Iblis itu abadi. Tak butuh korupsi, apalagi kursi untuk jadi petinggi. Iblis hanya butuh pengikut setia. Yakni, bangsa manusia yang secara sadar menempuh karir di jalan yang sesat, dengan bonus neraka"

"Pada mulanya, jumlah pengikut saya hanya beberapa. Tetapi, setelah banyak manusia menjadi 'sukses' karena setia mengikuti petunjuk saya, maka jumlah pengikut saya pun membengkak. Saking banyaknya, sampai-sampai bangsa manusia rela menyuap saya dengan harkat dan harga dirinya, sekaligus hari depan hidupnya. Saya benar-benar kewalahan. Formulir pendaftaran selalu dicetak ulang menjadi bermilyar-milyar eksemplar demi memenuhi hasrat manusia untuk menjadi pengikut saya. Jutaan manusia mengagumi saya. Aku menjadi ilham, termasuk dalam sastra."

"Di setiap kota di bawah matahari, namaku adalah poros dari lingkaran pendidikan keagamaan, seni dan filsafat. Bila bukan karena aku, tak ada kuil dibangun, tak ada menara atau istana didirikan. Aku adalah keberanian yang menciptakan gerak dalam diri manusia. Aku adalah sumber dari yang mengucapkan orisinalitas pikiran. Aku adalah tangan yang menggerakkan
tangan-tangan manusia. Aku Iblis abadi. Aku adalah Iblis yang diperangi manusia agar mereka tetap hidup. Bila mereka berhenti memerangi aku, kelambanan dan kemalasan akan mematikan pikiran, hati dan jiwa, sesuai dengan hukuman aneh dan mitologi dahsyat mereka...

"Tetapi itu dulu!
"Sekarang ini, puisi parodik ciptaan Burung Pengelanan asal Lebanon, Kahlil Gibran itu, terasa sia-sia, bahkan sedikit ngoyo-woro, mencari-cari dan terlalu out of date. Sebab, selama ini, bangsa manusia membutuhkan Iblis hanya untuk dicatut namanya, sehingga setiap tindakan penyimpangannya menjadi sah dan legitimate. Tindakan korupsi, merampok, memperkosa, membunuh, dan menindas yang terang-terangan dilakukan secara murni dan konsekuen oleh bangsa manusia, selalu dikatakan karena bisikan Iblis. (Enak saja... manusia makan depositonya, gua yang kena getahnya). Iblis selalu menjadi kambing hitam, dan keranjang sampah kesalahan dari ulah manusia yang tidak bertanggung jawab. Ini sungguh tidak fair dan mencoreng citra korps Iblis."

"Bagaimana mungkin saya, sang Iblis yang celaka ini bisa melakukan itu? Lha wong sudah cukup lama saya ini menganggur. Juklak dan juknis kerja kami yang sengaja dibuat untuk menggoda manusia agar tersesat, sudah lama kami simpan dalam laci. Segala hasutan, bisikan, dan godaan saya, sudah tidak mempan lagi menelikung manusia. Saya pun telah putus asa menjadi provokator dosa-dosa manusia, lha wong manusia kini makin pintar menjadi provokator bagi bangsanya sendiri. Hasut sana hasut sini, agar terjadi ledakan permusuhan antarsuku, antaragama, antargolongan... demi kebanggaan picisan kelompok-kelompok tertentu yang berbahagia jika negeri ini morat-marit atau pecah...

"Sebagai Iblis yang masih 'mempunyai hati nurani', saya menangis menyaksikan semua ini. Berliter-liter air mata menetes dan mengalir dari mata saya (saya mendadak heran kok tiba-tiba Iblis macam saya ini jadi cengeng seperti sinetron Indonesia itu...)

"Saya benar-benar sedih, bukan karena saya kehilangan job untuk menggoda manusia, tetapi karena ngeri melihat ulah manusia yang telah sukses besar melakukan transformasi budaya dengan mengadopsi nilai-nilai keiblisan secara sempurna. Bahkan saking sempurnanya, mereka tidak lagi butuh mentor dan fasilitator kejahatan macam saya, Iblis yang celaka ini."

"Saya sangat sedih, bukan karena bangsa manusia itu meninggalkan saya. Bukan. Tetapi justru karena para manusia itu kini sudah tidak malu lagi membuka kursus-kursus, bimbingan-bimbingan belajar dan sekolah kepribadian bagaimana menjadi Iblis yang baik. Dan yang paling mencemaskan, nilai-nilai keiblisan itu sudah menjadi sistem budaya, sistem politik, sistem sosial, sistem ekonomi yang lengkap dengan kurikulum serta juklak dan juknisnya. Edan! Kenthir!"

"Tidak mengherankan jika sekarang kursus-kursus mengenai kepribadian Iblis telah menggeser dominasi sekolah-sekolah, perguruan tinggi-perguruan tinggi yang selalu menggembleng watak manusia berkepribadian unggul. Saya merasa kasihan kepada guru-guru, dosen-dosen dan para profesor yang berdedikasi tinggi itu. Mereka kini menjadi kehilangan lahan untuk mendidik, untuk mengajarkan kemuliaan dan keluhuran.

"Manusia kini telah jauh melangkahi saya, Iblis yang celaka ini. Otak mereka jauh lebih cemerlang. Segala tindak penyimpangan mereka jauh lebih sistematis. Itulah kenapa sekarang ini, orang tidak perlu takut lagi kepada Iblis macam saya ini. Iblis sudah menjadi masa silam dalam sejarah peradaban dan sejarah kebiadaban manusia. Ia hanya sepotong makhluk yang tetap dipertahankan eksistensinya, agar lembaga-lembaga yang memperjuangkan nilai kemuliaan tetap eksis, tetap ada, meskipun semuanya itu makin terasa sia-sia bagi manusia Iblis..."

"Itulah sebabnya, saya mengundurkan diri sebagai Iblis."

Mendadak, sang Juru Cerita bangun. Ia mengusap-usap pelupuk matanya. Ia bersyukur bahwa peristiwa yang mengenaskan itu hanyalah mimpi. "Untung masih ada Iblis yang bisa dijadikan kambing hitam oleh manusia...," katanya.***

 

No comments:

Post a Comment