Bismillah..
Assalamualaykum..
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi)
Negara kita ini adalah negara hukum, segala hal yang berkaitan dengan warga negaranya diatur oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya di bawah undang-undang. Segala hal yang dilarang di dalam hukum, maka akan dikatakan melawan hukum, entah dilakukan sengaja atau tidak sengaja. Dan segala yang belum diatur di dalam hukum akan sah-sah saja dilakukan, tak ada larangan.
Jika anda melawan hukum, atau saya yang melawan hukum, maka ada beberapa paket hukuman yang telah disediakan. Tah itu hukuman mati, penjara, kurungan atau denda tergantung pada kesalahan kita dan juga lobi-lobi perangkat hukum.
Sejatinya hukum dalam negara itu diciptakan untuk melindungi warga negaranya, selazimnya hukum agama diciptakan untuk melindungi ummat manusia. Melindungi dari apa? Tentu dari kerusakan yang seringkali dibuat oleh manusia sendiri. Untuk melindungi harta benda privat, maka mencuri dilarang, untuk melindungi harta publik, maka korupsi diberantas.
Namun beberapa hari yang lalu, nurani hukum saya (emang ada nurani hukum?) terusik, ketika melihat acara Debat di TVOne. Di kotak ajaib "legalisasi Ganja" “legalisasi Judi”… :sigh:
Alasan dilegalkan? Silahkan anda cari sendiri sebab bukan itu yang ingin saya tulis hari ini…
“Legalisasi”, seolah telah dijadikan alasan untuk menentramkan hati. Barang atau perbuatan yang terlarang dalam kacamata legal membuat masyarakat menjadi berpikir berulang kali untuk berhubungan dengan barang atau aktivitas terlarang itu. Lalu ketika hal yang terlarang itu naik status menjadi “Legal”, maka tak ada alasan bagi masyarakat untuk takut berhubungan dengan barang atau aktivitas yang tadinya terlarang, sabab negara tak akan menjatuhkan sanksi untuk sesuatu yang telah “legal”.
Namun tentu saja aturan negara bukanlah segalanya, sebab ada aturan Ilahi… Peraturan yang dibikin oleh Dzat yang Paling mengerti seluk-beluk ciptaanNya. Maka sekadar status “legal” saja tak cukup merontokkan status “Haram” dan lalu merubahnya menjadi “Halal”.
Pun sekali lagi, negara ini adalah Negara Hukum sesuai UUD ’45, bukan negara Agama. Maka hukum adalah panglima, tentu saja dalam hal ini hukum negara. Dan “legalisasi” pun menjadi cara untuk menembus batas larangan, dengan alasan modernisasi, kelaziman, atau ekonomi.
Dan berlomba-lombalah segala keharaman menjadi legal, miras, lokalisasi pelacuran, judi (baru mau akan) di bawah payung undang-undang, perda, PP, dll. Setelah itu bebaslah menenggak miras, asal tak kelebihan kadar alkoholnya, asal ada pita cukainya, asal pita cukainya gak palsu. Lalu berpuaslah berzina di lokalisasi, lalu mandi Junub pagi-pagi (apa coba, abis zina malemnya, paginya langsung nyunnah??).
Pak, Bu, Mas, Mbak… legalisasi ternyata terkadang menipu. Melenakan bagi orang-orang ammah (awam), atau bagi orang-orang yang pura-pura awam bin acuh. Maka ingat pelajaran agama yang diajarkan di sekolah, ingat wejangan para sesepuh kita… yang haram itu haram, sedikit ataupun banyak, sejilat ataupun segigit…
Sekarang di depan saya – di keberangkatan Internasional – berhamparan miras… legal semuanya… bule-bule itu yang suka belanja… Di minimarket di dekat rumah saya yang notabene dipunyai muslim, ada Bir Bintang di kulkasnya, sebab orang non muslim suka minum, dan Bir itu laku banget.Pun demikian di warung Madiun di ujung parkiran tempat kerja saudara saya, kedainya bertulis “halal”, tetep aja bir ada di kulkasnya. Namun bayangkeun, seandainya tak ada yang legal diantara botol-botol laknat itu, maka barang2 itu tak akan mampir di pandangan saya, di bandara ini ataupun dekat rumah saya. Mereka ada karena legal, karena tak melawan hukum negara.
Jika anda suka ngubek-ngubek situs-situs yang menawarkan penghasilan dalam sekejap dengan “tanpa bekerja” atau dengan “software pengumpul duit” atau dengan “ambil duit di ATM tanpa berkurang Saldo”. Maka anda temukan kata2 “LEGAL”!! Ya.. ya.. legal sih legal , sebab negara ndak bilang itu jahat… Halal gak tuh?? Hari gini kalo dapet duit tanpa kerja ya nipu… kalo nipu ya… !@#$%^&
Aturan Alloh itu memang paripurna… sebab Ia yang maha tahu seluk-beluk ciptaannya, manusia-manusia yang suka bandel… Maka tetapkan standar awal kita, pastikan kehalalannya sebelum menilik pada kelegalannya! Jika dari awal udah kelihatan haramnya, jangan deh cari-cari legalnya. Kalo dari awal emang halal, baru cari tau legal atau tidakkah, jika memang halal namun ilegal, lebih baik tinggalkan. Sebab Alloh bersabda “Ati’ullaaha wa ati’ur rasula wa ulil amri minkum”, “Taatlah kepada Alloh, Rasulnya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kalian” (QS An-Nissa ayat 59)
No comments:
Post a Comment